Maluku adalah provinsi kepulauan
yang ada di Indonesia, yang terletak diujung timur Indonesia serta berbatasan
dengan Laut Seram di utara, Samudra Hindia dan Laut Arafura di selatan, Papua
di timur, dan Sulawesi di barat. Ibu kota dan kota terbesarnya ialah Ambon.
Dengan luas lautan yang lebih besar dari daratan membuat Maluku dikenal dengan
hasil alam dari lautnya. Tak heran kalau Maluku tepatnya di perairan Lautan
Arafura masuk dalam wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI 718 serta menjadi
titik pusat untuk menangkap ikan bagi kapal-kapal dengan tonase yang besar.
Selain kawasan perairan Laut Arafura, Maluku juga menjadi rumah bagi perairan
lain yang juga sangat disukai oleh para pencari ikan. Tak heran, pada 2010
silam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menetapkan provinsi tersebut
sebagai lumbung ikan nasional (LIN). Penetapan tersebut, menjadi penegas bahwa
potensi sumber daya ikan (SDI) di sana sangat melimpah. Selain hasil produksi
ikan yang besar, masih banyak hasil laut yang dihasilkan di Maluku yaitu
berupa, cumi, udang, kepiting, dan masih banyak lagi. Tak hanya di lautan saja
SDA (Sumber Daya Alam) yang ada di daratan tidak kalah banyaknya, itu yang
membuat Maluku menjadi sasaran utama bangsa kolonial belanda untuk menjajah
Maluku. Karena tujuan utama penjajah pada saat itu mengingini hasil alam yang
ada di Indonesia khususnya di Maluku.
Masyarakat Maluku memang sejak
zaman nenek moyangnya dulu sangat menyatu dengan alam dan sangat menghargai
alam itu sendiri, melalui alam dapat melahirkan segala macam hal baik dari
tatanan sosial kultural, hingga sampai kepada sistem kepemerintahan. Alam dan
masyarakat di Maluku sebagai totalitas sakral karena masing-masing daerah yang
ada di Maluku memiliki ciri khasnya sendiri hal ini dapat dilihat
berdasarkan sosio historis, kultural maupun geneologis. Menurut Aholiab Watloly
Guru Besar Filsafat Universitas Pattimura dalam bukunya cermin eksistensi
masyarakat kepulauan dalam pembangunan bangsa, alam merupakan bagian dari
kaidah sosial yang berbasis atau berciri kepulauan itu menentukan tingkat
ketertiban, keamanan, keteraturan hidup di alam kepulauan tersebut. Jadi, alam
kepulauan (gunung tanah dan leluhur atau tete nene moyang) yang
berkedudukan sebagai otorisator dan eksekutor sebuah kaidah sosial. Karena ketergantungannya
dengan alam tadi masyarakat Maluku memiliki peran serta untuk menjaga alam itu
sendiri, bagian dari alam ya masyarakat sendiri. Masyarakat tak terlepas
pisahkan dari hal tersebut. Objek alam itu sendiri melahirkan tatanan sosial
bisa berupa adat-istiadat, tingkah laku aturan manusia, serta hukum
pemerintahan, hingga sampai kepada pemimpin dalam kepemerintahan disetiap
daerah dan desa yang ada di Maluku. Bahkan cara berpikir masyarakatnya
didasarkan oleh alamnya masing-masing untuk berpikir dalam sebuah rasio alam.
Hakikat dan fenomena rasio alam dalam sejarah pemikiran filsafat, telah begitu
kuat dikembangkan oleh filsuf klasik, yaitu; dalam filsafat Thales, Anaximenes,
dan Anaximandros, dalam upaya menyingkap hakikat hidup secara rasional untuk
mengatasi belenggu mitos yang begitu kuat mendeterminasi manusia.
Aspek sosial, budaya, ekonomi
yang ada di Maluku lahir dari kedekatan masyarakat Maluku dengan alam yang
sudah sama-sama sejak dulu bersama mereka. Maka dari itu adat dan budaya Maluku
selalu kental dan menjadi darah daging disetiap masyarakatnya, meskipun jauh
dirantau orang
akan tetapi budaya serta asal tempat tinggal masyarakat Maluku sendiri tidak
pernah di lupakan. Adat dan budaya Maluku mulai dari budaya perilaku moral,
tarian adat, alat musik tradisional, dan kerajinan tangan tradisional dari
Maluku sangat banyak sekali dan terkenal hingga sampai manca negara. Keunikan
serta ciri khas adat dan budayanya membuat masyarakat manca negara tertarik
melihatnya. Berikut ini adalah sebagian dari budaya dan adat istiadat dari
masing-masing daerah yang ada di Maluku dari hal tersebut kita dapat mengetahui
makna menarik didalamnya diantaranya yaitu :
1. Budaya kalwedo yang berasal dari
Maluku Barat Daya
Kalwedo
merupakan Bahasa pemersatu masyarakat dari Maluku Barat Daya dengan memiliki
makna kepemilikan, kepemilikkan yang dimaksud atas dasar kehidupan bersama
orang bersaudara. Hingga sekarang Bahasa tersebut terus mempersatukan
masyarakat Babar maupun di Maluku Barat Daya sendiri dalam mempererat
kekerabatan adat.
2. Budaya Hawear berasal dari
Kepulauan Kei
Budaya
Hawear ini dengan sumber sejarah yang dipercaya keberadaannya oleh masyarakat
Maluku Tenggara yaitu lebih tepatnya di Kepulauan Kei secara turun temurun.
Budaya ini dikisahkan ada seorang gadis yang diberikan Hawear oleh ayahnya,
Hawear sendiri adalah janur kuning. Hawear yang diberikan oleh ayahnya tersebut
mempunyai fungsi untuk menjaganya dari gangguan selama dia melakukan perjalanan
bertemu dengan Raja. Hawear yang diberikan oleh sang ayah simbol dari
kepimilikannya tersebut, menunjukkan bahwa sang gadis telah dimiliki oleh
seseorang. Sehingga, diharapkan Hawear yang dibawa oleh sang gadis tersebut
dapat menjauhkannya dari gangguan orang tak dikenalinya. Sampai saat ini,
Budaya Hawear masih dijalankan sesuai dengan makna dan arti yang dipercayai
kebenarannya sejak zaman dulu oleh masyarakat sekitar Kepulauan Kei.
3. Batu pamali
Batu
pamali adalah sebuah perwakilan dari kehadiran leluhur “Tete dan Nene Moyang” di dalam kehidupan Masyarakat Maluku. Bentuk
Batu Pamali sendiri seperti batu alas dan batu dasar yang diletakkan di samping
rumah adat Maluku yang biasa dikenal “Baileo”.
Sistem pemersatu perbedaan soa-soa
(kelompok-kelompok orang) yang ada di sebuah negeri/desa adat Maluku adalah
Batu Pamali tersebut. Di sebuah negeri/desa di Maluku, Batu Pamali dimiliki
oleh keseluruhan penduduk negeri/desa tersebut, meskipun mereka berasal dari
kelompok yang beraneka ragam, termasuk perbedaan agama.
4. Upacara Fangnea Kidabela berasal
dari Tanimbar
Upacara Fangne Kidabela berasal
dari Masyarakat Kepulauan Tanimbar atau yang sekarang disebut Kabupaten
Kepulauan Tanimbar (KKT). Upacara ini mengandung makna kekerabatan
saudara-bersaudara yang unik sebagai pemantapan “fangnea” terhadap persaudaran “itawatan”
dan keakraban “kidabela” antara
sesama masyarakat sebagai suatu bentuk persatuan dan kesatuan.
5. Budaya Arumbae
Arumbae
adalah simbol dari budaya masyarakat asli Maluku yang senang berlayar karena sebagian
besar masyarakatnya suka bernelayan, dari bernelayan tersebut sebagian besar di
Maluku menggeluti profesi sebagai nelayan untuk kelangsungan hidupnya. Selain
itu, Budaya Arumbae juga menjadi simbol masyarakat Maluku yang dinamis dan memiliki
nilai perjuangan yang tinggi dalam menghadapi tantangan hidup guna menyongsong
masa depan yang lebih baik kedepanya.
6. Budaya Makan Patita
Makan
Patita adalah suatu kebudayaan yang dipakai oleh seluruh Masyarakat Maluku dan
masih dilestarikan hingga sekarang. Makan Patita sendiri adalah sebuah kegiatan
yang dimana kegiatan tersebut berupa makan besar dan disitu juga tempat
berkumpulnya masyarakat secara bersama-sama dengan menikmati makanan yang
tersedia di atas meja atau yang sering disebut Masyarakat Maluku yaitu “Tapalang” serta diatas makanannya selalu
dialaskan daun pisang yang disusun memanjang. Kegiatan Makan Patita ini
mempunyai makna keterikatan kumpulnya saudara, kerabat, teman dalam satu meja
makan yang dibungkus dalam kegiatan Makan Patita tersebut.
Budaya dan adat istiadat diatas
itu adalah masih sebagian dari yang saya sebutkan, masih banyak lagi budaya
serta adat istiadat yang ada di Maluku, baik dari alat musik daerahnya, pakaian
adat, ritual adat dan masih banyak lagi. Berdasarkan yang kita ketahui bersama
era di zaman yang modern sekarang sangat merubah tatanan sosial disuatu daerah
tertentu, salah satunya di Maluku sendiri. Sebagian besar adat-budaya serta
tingkah laku masyarakatnya yang dianggap kuno sudah hampir punah, padahal perlu
adanya pelestarian tersebut supaya tidak melupakan nilai estetika, nilai
kesakralan, nilai keunikan, dan nilai kekulturalan dari adat itu sendiri.
Sehingga eksistensi keberadaan Maluku sendiri yang pada zaman tete nene
moyang masih tetap eksis dan tidak boleh dihilangkan bahkan dilupakan.
Perkembangan zaman yang modern
sangat disayangkan kalau percampuran adat dan budaya dengan dunia sekarang
sehingga menghilangkan nilai budaya masyarakat Maluku sendiri, adat itu perlu
dihargai, adat perlu dilestarikan, sebelum ada negara ini adat itu sudah ada.
Tanpa adat budaya, masyarakat akan kehilangan identitas diri dalam suatu
komunitas sosial, sebab adat budaya merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Untuk itu sebagian dari kebudayaan serta adat-istiadat yang dinilai sudah
sangat berkurang akibat perkembangan zaman pengaruh era globalisasi tersebut
menjadikan budaya lokal daerah Maluku menjadi luntur bahkan sebagian ada yang
sudah hampir punah, kepintaran dan kecerdasan manusia sendiri membuat manusia
tidak mengontrol dirinya dalam arus perkembangan ini, maka dari itu kesadaran
setiap masyarakatnya salah satu hal yang utama. Berikut ulasan beberapa adat
dan budaya, serta kesenian tradisional dari Maluku yang sudah hampir punah dan bahkan jarang sekali digunakan adalah sebagai berikut :
1. Budaya sopan santun
Masyarakat Maluku dikenal
sebagai masyarakat yang berkepribadian baik, ramah, dan selalu menghargai orang
lain. Kita tidak bisa pungkiri bahwa adat budaya di Maluku selalu identik
dengan keteraturan hidup, baik dari sikap perilaku, hingga kepada cara mereka
hidup bersosial dengan masyarakat disekitarnya. Akan tetapi arus modernisasi
membuat masyarakatnya seolah melupakan nilai-nilai tersebut, tidak perlu jauh
kita lihat didaerah Maluku yang menjadi pusatnya perkembangan dari sektor
ekonomi hingga kepada perputaran siklus globalisasi membuat perilaku setiap
masyarakatnya sangat berubah yaitu di Ambon. Ketika kita flashback sedikit
Ambon pada saat tahun 1990-an sangatlah tentram dengan budaya kesopanannya,
contoh seperti anak kecil ketika pulang disekolah lewat didepan rumah orang
lain mereka selalu berkata "permisi om, opa, oma, kaka" hal kecil
seperti itu menjadikan masyarakat Maluku serta penduduknya saling menghormati
satu dengan yang lain. Menurut teori perilaku modernitas adalah sebuah istilah
yang digunakan dalam antropologi, arkeologi dan sosiologi untuk mengacu kepada
sebuah kumpulan sifat yang membedakan manusia sekarang dengan nenek moyangnya semenjak
berkembangnya primata dan punahnya hominid lainnya. Perbandingan tersebut
menjadi tolok ukur keteraturan hidup kita sekarang dengan hidup leluhur kita
dulu.
Melalui budaya kesopanan
tersebut hal yang paling utama yang masyarakat Maluku sebagian dari mereka
sangat hargai orang yang lebih tua, tapi budaya kesopanan yang sudah diterapkan
dulu itu luntur semenjak era modernisasi masuk sehingga melupakan nilai budaya
kebaikan tersebut. Perlu metode inovasi secara kreatif guna lebih meningkatkan
budaya sopan santun tersebut. Apalagi kita sebagai generasi milineal harus
perlu menanamkan sikap itu kembali agar nilai budaya yang pada saat leluhur
terdahulu kita terapkan terus berputar tidak berhenti meskipun
arus teknologi modernisasi yang kian hari semakin pesat perkembangannya.
Penanaman moral pendidikan sedari dini perlu ditingkatkan pemerintah supaya
adanya hidup yang teratur, penanaman nilai etika dan moral sejak dini itu harus
diperlukan baik dari pembuatan program pemerintah sendiri hingga cara
bersikap, bertutur kata di dalam lingkungan keluarga serta kerabat terdekat
guna menjadikan pemuda Maluku yang memiliki jiwa kesopanan yang tinggi.
2. Bahasa tanah/bahasa asli dari daerah disekitar Maluku
Perlu kita ketahui bersama
selain bahasa sehari-hari masyarakat Maluku menggunakannya, ada bahasa yang
sering disebut bahasa tanah atau bahasa asli daerah. Ada ratusan bahasa tanah
yang ada di Maluku berdasarkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada 2018 berhasil mengidentifikasi
dan mendokumentasikan 652 bahasa daerah dari 2.452 daerah pengamatan dari 652
bahasa daerah yang sudah diidentifikasi dan dipetakan, baru 71 bahasa yang
dihidupkan kembali atau direvitalisasi sejak 2011 hingga 2017. Badan Bahasa
juga sudah mengklasifikasikan beberapa status bahasa daerah. Sebanyak 19 bahasa
masuk kategori aman, 16 bahasa stabil, dua bahasa mengalami kemunduran, 19
bahasa terancam punah, empat bahasa kritis, dan 11 bahasa telah punah. Bahasa
yang sudah punah itu berasal dari Maluku dan Papua. Dari Maluku terdapat bahasa
Kajeli/Kayeli, Piru, Moksela, Palumata, Ternateno, Hukumina, Hoti, Serua dan
Nila. Alasan mengapa di Maluku mempunyai bahasa tanah hampir punah sudah
terlihat sejak zaman penjajah, Maluku banyak sekali didatangi bangsa asing
Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, dan Jepang. Pada zaman penjajahan Portugis
mewajibkan setiap masyarakat Maluku wajib berbahasa melayu, apalagi pada zaman
kolonial Belanda bahasa melayu lebih diperketat lagi tujuannya agar belanda
lebih mengontrol masyarakat. Apalagi sistem pendidikan kolonial pada saat itu
dituntut untuk memakai bahasa melayu, selain itu juga pendatang dari Maluku
juga salah satu faktor bahasa tanah di Maluku menjadi punah, bayangkan saja
sejak masa penjajahan belanda sebanyak 60% adalah pendatang yang tinggal di
Maluku. Hadirnya orang orang pendatang ini akan mengganggu ekosistem bahasa di
suatu kampung dalam jumlah besar.
Maka dari itu untuk melestarikan
bahasa tanah tersebut, pemerintah daerah hingga pemerintah desa diperlukan
bekerja sama untuk membuat inovasi baru yang dimana diperuntukkan untuk tetap
melestarikan bahasa daerah, perlu adanya pembelajaran ditingkat SD-SMA yaitu
mata pembelajaran budaya serta kearifan lokal daerah itu sendiri yang dimana
berisikan pembelajaran terkait budaya-budaya asli dari daerah tersebut. Selain
itu ada cara yang tepat untuk melestarikan bahas daerah, cara ini sudah
diterapkan di Maluku tenggara setiap hari jumat mereka menggunakan bahasa kei
untuk berkomunikasi, agar bahasa tersebut tetap dilestarikan hingga kepada anak
cucu nantinya, metode ini sangat bagus untuk direalisasikan karena secara tidak
langsung memaksakan mereka untuk memahami bahasa daerahnya sendiri. Selain itu
perlu adanya kesadaran masing - masing dari pemuda Maluku sendiri supaya
bagaimana bisa belajar bahasa daerahnya agar nilai kultur dari budaya Maluku
sendiri tidak punah akibat arus perkembangan zaman. Sosialisasi juga diperlukan
di setiap desa untuk kelestarian budaya tersebut. Kalau upaya tersebut sudah
diterapkan maka dari itu bahasa adat tersebut sudah pasti akan lestari.
3. Sebagian alat musik tradisional Maluku
Sebagian besar masyarakat di Maluku memiliki kemampuan menyanyi, bermain alat musik.
Kemampuan emas yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa ini patut di syukuri karena
sebagian besar dari mereka membuat nama
Maluku dikenal sampai kancah nasional
bahkan internasional dengan kemampuan seninya baik menyanyi, bermain gitar,
drum, serta alat musik lainnya. Talenta menyanyi dan seni musik lainnya yang
dimiliki masyarakat Maluku membuat Ambon menjadi kota musik dunia sehingga
bertepatan dengan Hari Kota Sedunia pada 31 Oktober 2019, UNESCO menetapkan
Ambon sebagai kota musik dunia, peran pemerintah serta musisi Maluku sehingga
ambon menjadi kota musik dunia. Maluku banyak melahirkan musisi seni nasional
yang meliputi Barry Likumahua, Franky Syahailatua, Glen Fredly, Yopie Latul,
Chris Pattikawa, Utha Likumahua dan masih banyak lagi. Selain musisi nasional
asal Maluku bahkan banyak sekali penyanyi lokal Maluku yang selalu
mengguncang permusikan di Maluku salah satunya, Doddie latuharhary, Mitha
Talahatu, Nanaku, Grup Naruwe (Cevin Syahailatua, Maxen Titahena, Helmy
Sahetapy, dan Evert Titahena), Willy Sopacua, Yochen Amos dan masih banyak
lagi. Akan tetapi sekian banyak musisi Maluku, baik lokal hingga sampai
nasional jarang sekali menggunakan alat musik tradisional sebagai pengiring itu
membuktikan bahwa arus modern yang tadi sudah dijelaskan sangat mempengaruhi
kultur budaya disetiap daerah masing-masing. Padahal alat musik daerah di
Maluku sangatlah banyak dan beranekaragam berdasarkan daerahnya masing- masing,
salah satu alat musik daerah Maluku adalah arababu, tahuri, idiokordo,
totobuang, rumba, dan lain-lain.
Pelestarian alat musik di daerah
ini perlu kita lestarikan bersama, peran serta lagi-lagi diperlukannya pemuda
dan pemerintah untuk menjadikan alat musik tradisional di Maluku menjadi hal
yang patut dan penting untuk dijadikan sebagai unsur utama kebanggaan
masyarakat Maluku agar bisa diperkenalkan dimata dunia. Apalagi Ambon sudah di
nobatkan sebagai kota musik dunia masyarakat Maluku harus memanfaatkan peluang
tersebut, perlu membuat banyak pementasan seni musik tradisional guna
melestarikan alat musik tradisional yang sudah tidak dipakai kembali harus di
revitalisasi agar pelestarian budaya menjadi turun temurun. Selain membuat
pementasan tradisional, dengan dibentuknya ambon city of music buat suatu
monumen atau bisa juga semacam museum yang isinya alat musik lokal asli Maluku,
serta apapun itu yang berkaitan dengan seni musik dipajang disitu. Sehingga
dapat membentuk pameran seni tradisional agar mengenalkan seni musik
tradisional kepada seluruh masyarakat Indonesia hingga dunia.
4. Kurangnya penggunaan peralatan tradisional asli Maluku
Sejak zaman tete nenek moyang
masyarakat Maluku melakukan segala aktivitas selalu menggunakan peralatan
tradisional, peralatan tradisional ini bisa berupa tempat makanan, tempat
minuman, meja, bangku yang dibentuk dan dibuat menggunakan bahan tradisional
dan dari hasil alam itu sendiri yang selalu menghiasi pemandangan disetiap
rumah masyarakat Maluku. Sekarang peralatan tradisional asli Maluku banyak yang
sudah tidak dipakai lagi, padahal nilai estetika dari peralatan tradisional itu
memiliki keunikan serta ciri khasnya masing-masing. Tindakan setiap masyarakat
yang tidak menggunakannya kembali bahkan lupa akan hal tersebut adalah bentuk
tindakan lunturnya nilai-nilai budaya tersebut yang seharusnya dilestarikan.
Memang kita bisa sadari akibat lahirnya modernisasi yang beberapa perkembangannya
selalu menyingkirkan nilai aspek dari kebudayaan itu sendiri sehingga
mengakibatkan kelunturan kesadaran masing-masing individu dan kelompoknya.
Tetapi tidak menutup kemungkinan seperti Presiden Soekarno pernah berkata
"Jangan Melupakan Jasmerah" yaitu jangan sekali-sekali meninggalkan
sejarah itu bukti bahwa sejarah meskipun sudah berlalu harus kita ingat dan
lestarikan.
Di suatu Negeri di ujung timur
Pulau Saparua, terdapat Negeri yang didalamnya selalu memproduksi kerajinan
tangan tradisional. Negeri itu bernama Negri Ouw, ketika kita sampai didalam negeri tersebut terdapat gapura lalu disisi
kanan dan kiri gapura tersebut terdapat sempe, sempe itu sebuah wadah tempat
menaruh papeda, makanan khas Maluku. Sempe selalu identik dengan Negeri Ouw,
sempe tersebut menjadi identitas masyarakat Negeri Ouw. Selain kerajinan
tradisional sempe terdapat kerajinan lain, yang dahulu digunakan oleh nenek
moyang masyarakat Maluku yaitu, porna, tajela, belanga, gelas yang terbuat dari
tanah liat, begitu juga piring, serta tempayang air minum selalu dibuat
masyarakat Negeri Ouw disamping untuk selalu mengingat sejarah dan budaya asli
Maluku, hal tersebut membentuk untuk bagaimana anak muda zaman sekarang
mengetahuinya. Selain penghasilan didapatkan dari hasil laut dan hasil kebun
pembuatan kerajinan tangan tradisional tersebut digunakan sebagai perputaran
ekonomi sebagian kepala keluarga yang ada di Negeri Ouw.
Peralatan tradisional ini selalu
dipakai oleh orang tua terdahulu masyarakat Maluku, itu bagian dari identitas
masyarakat Maluku sendiri. Meskipun sudah tidak dipakai lagi diharapkan perlu
adanya pelestarian kembali alat-alat tradisional tersebut. Bentuk penghargaan
bilamana peralatan tradisional tersebut terus dilestarikan, karena segala
proses pembentukan pembuatan peralatan tradisional selalu memakai bahan-bahan
yang alami sehingga keaslian dari peralatan tersebut menjadi bukti bahwa
masyarakat Maluku selalu menghargai adat budaya yang ada di Maluku. Meskipun
bagi sebagian masyarakat modern sekarang menggunakan alat tradisional itu
adalah suatu bentuk ketertinggalan akan tetapi hal tersebut merupakan cara
berpikir yang salah, karena bagian dari pelestarian budaya itu merupakan
investasi untuk membangun masa depan. Entah pemanfaatan pelestariannya bisa dilihat
dari sektor ekonominya, sektor pemberdayaan serta pelestariannya dan apapun
sektornya bisa dimanfaatkan. Salah satu tindakan kesadaran yang harus dilakukan
adalah bagaimana memperkenalkan seluruh masyarakat Indonesia bahwa pentingnya
mencintai budaya daerahnya masing-masing. Pelestarian dalam memperkenalkan
peralatan tradisional ini harus digaungkan setiap saat demi membangun kecintaan
terhadap budaya lokalnya sendiri, dinas kebudayaan bekerja sama dengan instansi
pemerintah terkait pelestarian kebudayaan tersebut harus membuat cara yang
khusus demi kelangsungan dalam pemberdayaan kebudayaan daerah Maluku.
5. Sebagian tarian dari Maluku
Maluku selain dikenal dengan
seni dalam bermusik dan bernyanyinya, masyarakat Maluku ini dikenal dengan seni
tarinya. Berbagai macam tarian yang ada di Maluku, dan sebagiannya sangat
terkenal bahkan sampai kalangan manca negara. Ada sebagian tarian terkenal asal
Maluku dari beberapa tarian Maluku yaitu, tari saureka-reka, tari
lenso, tari cakalele, dan masih banyak lagi. Bahkan dari beberapa tarian
tersebut mengandung makna tersirat, bukan sekedar asal menari. Contoh tari
lenso tari ini merupakan tari pergaulan dan sangat identik dengan generasi muda
di Maluku. Konon, tarian ini sering dijadikan media untuk mencari pasangan
hidup. Jumlah penari biasanya 6 sampai 10 orang saja. Musik pengiringnya antara
lain Tambur Minahasa, Suling, Kolintang, dan Tetengkoren. Bukan hanya itu saja
banyak tarian mengandung maknanya masing-masing, gerak gerik yang dilakonkan
oleh para penari memiliki sejarahnya sendiri dan bahkan artinya sendiri. Itulah
salah satu keunikan dari beberapa tarian asli dari Maluku.
Seiring perkembangannya beberapa tarian yang ada di Maluku mengalami kepunahan bahkan ada yang sudah tidak ada lagi dan tidak tau sejarah tarian tersebut. Kalau bisa dibilang memang miris ketika Maluku yang memiliki hasil alam dan kombinasi budayanya yang dikenal dengan keunikannya semakin hari perlahan-lahan hilang termakan zaman padahal itu bagian dari beberapa identitas Maluku itu sendiri. Tarian yang hampir punah tersebut yaitu, tarian pata cengkeh, tarian gala, tarian cakaiba, dan tarian kabata. Tiga tarian terakhir selain pata cengkeh itu berasal dari Maluku Utara. Arti dari salah satu tarian tersebut yaitu tarian cakaiba memiliki makna yang unik karena dikombinasikan dengan hari raya agama Islam yang artinya berupa menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pelestarian tarian adat asli Maluku harus kita junjung bersama khususnya masyarakat Maluku sendiri untuk masa depan masyarakat Maluku kedepannya karena bukti dari kecintaan terhadap daerah sendiri adalah menghargai adat-istiadat serta budaya lokalnya sendiri.
Masyarakat menghasilkan suatu
kebudayaan melalui proses sosialisasi. kebudayaan selalu mengikuti keberadaan
masyarakat. Tidak ada satupun masyarakat yang tidak menghasilkan kebudayaan dan
tidak akan pernah tercipta suatu wujud kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Namun,
meskipun budaya diciptakan oleh masyarakat, budaya tersebut dapat pula
mengendalikan masyarakat itu sendiri. Sehingga masyarakat haruslah pandai dalam
mengatur arah gerak dari kebudayaanya. Kesadaran budaya merupakan sikap positif
manusia dalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat.
Khususnya masyarakat Maluku tak terlepas pisahkan dari budaya lokalnya, setiap
masyarakat Maluku dizaman tete nenek moyang dulu selalu menghargai itu sehingga
menjadi identitas tersendiri dari mereka. Identitas Maluku adalah adat serta
budayanya, masyarakat Maluku dikenal dimata dunia sangat kental akan hal itu.
Pelestarian budaya, adat-istiadat adalah tugas kita bersama, perlu adanya
kesadaran kolektif anak daerah sendiri untuk mencintai budaya lokal daerahnya
sendiri. Sangat disayangkan kalau anak daerah sendiri tidak tau adat budaya
daerahnya sendiri.
Salah satu untuk memupuk rasa
kecintaan terhadap budayanya dengan menanamkan pembelajaran sejak dini terhadap
setiap masyarakatnya, dengan cara apa? Perlu dimasukkanya kurikulum yang
berkaitan dengan mata pelajaran budaya lokal daerah Maluku, didalam mata
pelajaran tersebut bab per bab nya berisikan kearifan lokal yang ada di Maluku
sehingga mencakup kesuluruhan budaya serta ada-istiadat Maluku. Hal itu sangat
penting dan harus diterapkan, dengan menanamkan sikap cinta budaya lokal daerah
maka ketika dia besar nanti hak-hak yang menjurus kepada hak adat istiadat
tetap dijunjung dan selalu dilestarikan oleh setiap masyarakatnya. Perkembangan zaman yang mengikis segala macam
proses kecintaan terhadap daerah lokalnya sendiri, maka dari itu perlu metode
yang kreatif dan inovatif untuk dihidupkan kembali adat serta budayanya. Acap
kali kekuatan terbesar ada pada arus modernisasi, karena kecanggihan teknologi
membuat seseorang semakin hari melupakan adat istiadat daerah lokalnya, unsur
budaya asing yang memicu integrasi sosial perlu pengontrolan diri dari
masyarakat daerah tersebut untuk bisa selektif menerima dan memakai budaya luar
yang tidak sesuai dengan budaya lokal. Maka dari itu,
kesadaran budaya perlu ditumbuhkan di dalam benak anggota masyarakat, kesadaran
budaya menciptakan masyarakat menerapkan kearifan lokal dalam menghadapi
perubahan zaman khusunya dalam globalisasi dan modernisasi, tanpa kearifan lokal
proses modernisasi tidak akan berjalan dengan baik karena kearifan budaya lokal
menjadi filter dari modernisasi dalam masyarakat.
Selain menumbuh kembangkan rasa
kesadaran atas cinta budaya lokal Maluku, perlu implementasi penggarapan
program demi menunjang hasil dari penerapan kesadaran tadi. Membuat pameran
kebudayaan, festival kebudayaan lokal asli Maluku yang dimana diperuntukkan
terutama untuk masyarakat Indonesia terkhususnya masyarakat asli Maluku yang
dimana memperkenalkan budaya Maluku baik yang sudah hampir hilang sampai kepada
yang masih dikenal. Pembuatan kegiatan tersebut diharuskan diberlakukan setiap
bulan bahkan setiap tahun tinggal tentukan saja hal teknis terkait pelaksanaan
tersebut dengan tema yang berbeda-beda, kegiatan tersebut tidak diperuntukan
satu kali saja diharapkan dilakukan beberapa kali dalam setiap tahunnya agar
menjadi kegiatan yang terus-menerus. Perlu kegiatan-kegiatan tersebut untuk
supaya kesadaran yang sudah ditumbuhkan tadi dapat dituangkan melalui festival
atau pameran tersebut. Kerja sama baik pemerintah terkait untuk menindaklanjuti
hal tersebut, bilamana hal itu direalisasikan di Maluku maka masyarakat dari
daerah lain akan tau dan akan melihat berbagai macam keberagaman budaya di
Maluku, dan mereka pasti kagum melihatnya. Selain hal tersebut, perlu adanya
penghargaan tersendiri bagi budaya serta adat-istiadat lokal maluku dengan
dibangunnya sebuah museum kebudayaan Maluku yang dimana disitu terdapat
keseluruhan seni kebudayaan asli Maluku, baik dari seni musiknya, adat
istiadatnya, musisi yang sudah mengharumkan Maluku, disitu semua harus ada.
Karena selain kota musik kita juga bisa sebut Maluku sebagai provinsi seni
karena bakat disetiap masyarakat Maluku sebagian besar adalah seni.
Melalui program tersebut juga dapat
menambah perekonomian maluku selain dari sektor alamnya dari sektor
perkembangan sumber daya manusianya pemerintah harus melihat dan menumbuhkan
minat itu lebih besar lagi. Pemerintah harus melihat peluang-peluang ini demi
membangun Maluku kedepannya. Selain peran serta pemerintah, perlu adanya
masyarakat untuk menopang semua itu. Satu hal yang saya ingin titipkan untuk
mengakhiri penulisan ini apabila kebudayaan, adat-istiadat tidak dilestarikan
itu tanda anda sedang menelanjangi diri anda sendiri sebagai masyarakat adat.
Melalui tulisan ini biarlah dalam bingkai NKRI mari kita bersatu untuk
mempertahankan adat dan budaya kita, akhir kata saya mengutip bahasa latin
"Ut Omnes Unum Sint" yang artinya biarlah kita menjadi satu, satu
dalam perbedaan budaya, satu dalam keberagaman, dan satu dalam sikap serta
perilaku kesadaran akan budaya lokal asli daerahnya tersebut. Terimakasih.